BAB I:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuda
atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah
nilai, hal ini merupakan pengertian idiologis dan kultural daripada pengertian
ini. Didalam masyarakat pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai
penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan
bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang
menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Pemuda
adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan
pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi
pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat
beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman
tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan
pengembangan generasi muda.
Proses
kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan
keluarga ini merupakan proses yang disebut dengan istilah sosialisasi, proses
sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses
hingga mencapai titik kulminasi.
Melalui
proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan
kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat
diramalkan. Dengan proses
sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di
tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau
belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian
melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan
sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri,
bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya gar dapat berperan
dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses
belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem
sosial. Proses sosialisasi banyak
ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah memaparkan latar belakang tersebut, dapat
diambil suatu rumusan masalah yang terdiri dari:
F
Apa yang dimaksud dengan pemuda?
F
Apa yang dimaksud dengan pendidikan dan perguruan tinggi?
F
Apa yang dimaksud dengan sosialisasi?
F
Bagaimana pola pembinaan dan pengembangan generasi muda?
F
Apa tujuan pokok sosialisasi?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya penulisan tersebut, selain memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (SoftSkill), juga bertujuan untuk:
F Mengetahui bagaimana proses sosialisasi pemuda.
F Apa tujuan pokok sosialisasi.
F Mengetahui peranan pemuda dan masyarakat.
F Pola pembinaan dan pengembangan generasi muda.
F Mengetahui apa saja masalah
generasi muda.
BAB II:
TEORI
2.1. Internalisasi Belajar dan Spesialisasi
Pemuda merupakan satu identitas yang potensial
sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan
bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang
menguasai pemuda akan menguasai masa depan. Princeton mendefinisikan
kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya sebagai “the time of life between
childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or
inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person”.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer suatu kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam
sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi
sebagai teori mengenai peranan (role theory) karena
dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh
individu.
Proses Internalisasi belajar dan
sosialisasi melalui interaksi sosial. Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan
yang tidak berhenti sampai institusionalisasi saja,akan tetapi mungkin
norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota
masyarakat.
2.2. Pemuda dan Identitas
Generasi muda yang
masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat
ikut serta dalam mengisi pembangunan yang kini sedang berlangsung, pemuda di
Indonesia sangat beraneka ragam dari Sabang sampai Merauke.
Ada 3 kategori dalam mengelompokan generasi muda berdasarkan umur dan lembaga serta luang lingkup tempat pemuda berada:
Ada 3 kategori dalam mengelompokan generasi muda berdasarkan umur dan lembaga serta luang lingkup tempat pemuda berada:
- Siswa, usia antara 6 –
18 tahun, masih duduk di bangku sekolah.
- Mahasiswa usia antara
18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi.
- Pemuda di luar
lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 –
30 tahun keatas.
Generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi
berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan
semua pihak.
Pengertian dua
pokok pembinaan dan pengembangan Generasi Muda yaitu :
1.
Generasi Muda sebagai Subyek
Generasi Muda subyek adalah mereka yang telah dibekali ilmu dan kemampuan
serta landasan untuk dapat mandiri dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa, dalam rangka kehidupan
berbangsa bernegara serta pembangunan nasional.
2.
Generasi Muda sebagai Obyek
Generasi Muda Obyek adalah mereka yang masih memerlukan bimbingan yang
mengarah kan kepada pertumbuhan potensi menuju ke tingkat yang maksimal dan
belum dapat mandiri secara fungsional di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara serta pembangunan nasional.
Masa muda yang dalam pencarian
jati diri dalam hidupnya, di samping masa penuh problematika juga dikatakan
masa remaja adalah masa yang paling indah dan penuh kenang-kenangan yang tak
terlupakan, masa transisi inilah perlu adanya bimbingan dari siapapun, baik
dari orang tua atau orang yang lebih dewasa darinya sehingga mereka dapat lebih
terarah dalam menjalani hidup ini.
Masa muda dapat dikatakan masa yang sulit, karena seorang remaja akan
menghadapi kesulitan dengan dirinya sendiri, orang tuanya, teman-temannya,
lawan jenisnya, lingkungan sekolahnya serta dengan masyarakat sekitarnya. Pada
masa ini memang berada dalam kondisi yang tidak stabil, senantiasa berubah
mengukur segala sesuatu dengan ukurannya sendiri, kadang dalam mengambil
keputusan tidak logis dan umumnya mempunyai perangai memberontak.
Menurut seorang tokoh psikologi James E.Gardner, masa remaja adalah masa
yang penting. Mereka merupakan suatu masa perubahan yang begitu mendadak dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, mereka harus dianggap sebagai tahun-tahun
kritis.Pendapat ini kalau kita sesuaikan dengan ciri-ciri yang dimiliki
generasi muda atau remaja pada bahasan di atas memang benar, karena
perkembangan dari segala sesuatu akan menimbulkan ciri-ciri tertentu, begitu
juga dengan generasi muda.
Namun dalam perkembangannya, peran generasi muda sekarang ini mulai
menurun, hal ini tidak lepas dari permasalahan dan hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh generasi muda, hambatan-hambatan tersebut antara lain :
- Kesadaran diri dari generasi
muda yang masih kurang dalam proses pembangunan.
- Sifat generasi muda yang masih
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat sepihak dan cenderung negatif.
- Sifat dari generasi muda yang
terkadang masih menggantungkan. Baik kepada orang tua, pimpinan, ataupun
orang lain.
- Kurang siapnya generasi muda
dalam menghadapi era globalisasi dewasa ini.
- Kurang adanya kerjasama yang
saling bermanfaat demi tercapainya suatu tujuan.
- Kurang perhitungan dalam
mengambil tindakan, karena terpengaruh oleh egonya.
- Kurang adanya dukungan dari
pihak-pihak lain demi tercapainya tujuan.
Selain hambatan yang dialami oleh generasi muda juga terdapat ancaman
terhadap kepribadian generasi muda itu sendiri, ancaman bisa datang dari dalam
maupun dari luar generasi muda itu sendiri, bahkan terkadang tidak disadari
keberadaannya.
Selain itu, potensi-potensi yang
terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai berikut :
a) Idealisme dan Daya Kritis
Secara
sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat
melihat kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru.
Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu dilengkapi landasan rasa
tanggung jawab yang seimbang.
b) Dinamika dan
Kreativitas
Adanya
idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki potensi kedinamisan
dan kreativitas, yakni kemampaun dan kesediaan untuk mengadakan perubahan,
pembaharuan, dan penyempurnaan kekurangan yang ada ataupun mengemukakan gagasan
yang baru.
c) Keberanian
Mengambil Resiko
Perubahan dan
pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat
atau gagal. Namun, mengambil resiko itu diperlukan jika ingin memperoleh
kemajuan. Generasi muda dapat dilibatkan pada usaha-usaha yang mengandung
resiko. Untuk itu diperlukan kesiapan pengetahuan, perhitungan, dan
keterampilan dari generasi muda sehingga mampu memberi kualitas yang baik untuk
berani mengambil resiko.
d) Optimis dan
Kegairahan Semangat
Kegagalan tidak
menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan semangat
yang dimiliki generasi muda merupakan daya pendorong untuk mencoba lebih maju
lagi.
e) Sikap
Kemandirian dan Disiplin Murni
Generasi muda
memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya. Sikap
kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya
agar mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.
f) Terdidik
Walaupun dengan
memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti
kualitatif maupun dalam arti kuantitatif, generasi muda secara relatif lebih
terpeljar karena lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi
pendahulunya.
g)
Keanekaragaman dalam Persatuan dan Kesatuan.
Keanekaragaman
generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita.
Keanekaragaman tersebut dapat menjadi hambatan jika dihayati secara sempit dan
eksklusif. Akan tetapi, keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan potensi
dinamis dan kreatif jika ditempatka dalam kerangka integrasi nasional yang didasarkan
pada semangat sumpah pemuda serta kesamaan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
h) Patriotisme
dan Nasionalisme
Pemupukan rasa
kebanggaan, kecintaan, dan turut serta memiliki bangsa dan negara dikalangan
generasi muda perlu digalakkan karena pada gilirannya akan mempertebal semangat
pengabdian dan kesiapan mereka untuk membela dan mempertahankan NKRI dari
segala bentuk ancaman.
i) Sikap
Kesatria
Kemurnian
idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa tanggung
jawab sosial yang tinngi adalah unsur-unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan
dikalangan generasi muda Indonesia sebagai pembela dan penegak kebenaran dan
keadilan bagi masyarakat dan bangsa.
J) Kemampuan Penguasaan Ilmu dan Teknologi
Generasi muda
dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi
bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai Transformator dan Dinamisator
terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan pendidilkan serta
penerapan teknologi, baik yang maju, maupun yang sederhana.
2.3. Perguruan dan Pendidikan
Generasi muda memiliki peranan penting dalam memajukan dan meningkatkan
pembangunan. Begitu banyak potensi yang dimiliki oleh generasi muda, mereka
mampu berkarya dan berekspresi dengan bebas ,tetapi masih dalam lingkup yang
sewajarnya dan tidak menyalahi aturan. Pengembangan potensi tersebut dapat
dimulai dari lingkungan keluarga, orang tua dapat mengembangkan potensi anak
mereka sejak berusia balita, orang tua dapat mengarahkan apa dan kemana potensi
yang dimiliki oleh anak mereka sehingga lahirlah generasi muda yang memiliki
potensi sesuai minat masing-masing anak.
Generasi muda dapat mengembangkan potensi mereka melalui hoby atau
kesenangan masing-masing, contohnya jika anak menyukai musik maka ia bisa
mengembangkan potensinya dengan membuat sebuah band atau mengikuti kursus bermain musik sehingga potensi anak
tersebut redup tanpa ada perkembangan.
Potensi generasi muda juga dapat membangun rasa bangga pada diri sendiri.
Keluarga dan negara juga merasa bangga atas potensi yang dimiliki oleh anggota
keluarga atau sebagai masyarakat. Tapi bagaimana jika generasi muda saat ini
mengisi hari mereka dengan hanya menghabiskan uang orang tua dengan membeli
barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan, Sex di luar nikah, penyalahgunaan
obat narkotika tak dapat dihindari, mabuk-mabukan (minum-minuman keras), dan
masih banyak lagi hal-hal lain yang sangat menyedihkan. Disinilah peran orang
tua sangat dibutuhkan orang tua dapat mengarahkan sejak dini kemana arah yang
paling tepat dan baik untuk perkembangan anak mereka sehingga generasi muda
dapat memiliki potensi yang sangat berguna bagi nusa dan bangsa.
Pendidikan adalah
pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi
disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi
dua:
- Perguruan tinggi negeri adalah
perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
- Perguruan tinggi swasta adalah
perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
Alasan
mahasiswa berkesempatan mengenyam perguruan tinggi:
1. Sebagai
kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki
pengetahuan yang luas tentang masyarakatnya, dengan adanya kesempatan untuk
terlibat di dalam pemikiran,pembicaraan serta penelitian tentang berbagai
masalah yang ada dalam masyarakat. Kesempatan ini tidak tidak dimiliki oleh
generasi muda pemuda pada umumnya.
2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendapatkan proses sosiaslisasi terpanjang secara berencana dibandingkan dengan generasi muda/pemuda lainnya.
3. Mahasiswa
yang berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk
terjadinya akulturasi sosial dan budaya. Hal ini akan memperkaya khasanah
kebudayaannya , sehingga mampu melihat Indonesia secara keseluruhan.
4. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan generasi muda/pemuda, umumnya mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya.
BAB III:
ANALISIS
Meningkatnya
budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa
Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun
meningkat.
Pendataan yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Masri Muadz, menunjukan kasus tersebut menunjukkan peningkatan yang semakin miris bagi kita.
Menurut penuturan Masri kepada okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling 633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki. Sedangkan penelitian Situmorang tahun 2001 mencatat, laki-laki dan perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%.
SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah.
Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks para nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pra nikah.
Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan penelitian yang sama. DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara lain: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah. Namun, kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82% remaja punya teman yang melakukan seks pra nikah. Kedua, 66% remaja punya teman yang hamil sebelum menikah. Ketiga, remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah.
Persentase tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%, Bandung 54% Surabaya 47% dan Medan 52%.
Tahun 2006, PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur pertama kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks. Kedua, 60% tidak menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85% dilakukan di rumah sendiri.
Sementara merujuk pada data Terry Hull dkk (1993) dan Utomo dkk (2001), PKBI menyebutkan, 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun dan 27% atau kurang lebih 700 ribu remaja dan sebagian besar dengan tidak aman. Selain itu 30-35% aborsi penyumbang kematian ibu.
Pada 2007 SKRRI melakukan penelitian kembali. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatatan yang drastis. Pertama, perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yang menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada mereka. Ketiga, meningkat jauh dari SKRRI 2002.
Keempat, jumlah remaja 15-24 tahun sekira 42 juta jiwa, berarti sekira 37 juta jiwa remaja membutuhkan alokon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja).
Kelima, kelompok ini akan tetap menjadi unmet need. Sebab dalam undang-undang No 10 tahun 1992, pelayanan KB hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri, sesuai dengan pemilihannya.
Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta.
Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.
Dari sekian lembaga penelitian di atas, menurut Masri, semua elemen harus ikut telibat memberi andil mencari solusi meminimalisir perilaku seks pra nikah. “Budaya ini diam-diam mengancam bangsa Indonesia. Tentu ini membutuhkan penanganan khusus demi mengembalikan budaya timur,” tuturnya.
Sumber Berita : okezone.com
Dari hasil artikel diatas dapat dianalisis cara untuk mencegah dan mengurangi pengaruh buruk dari media sosial seperti :
- Pembinaan dan pengembangan sikap generasi muda.
- Perlunya pengawasan orang tua
- Ditanamkan moral-moral agama
- Adanya sosialisasi tentang pemahaman bahaya media sosial dan cara pemanfaatan media sosial yang baik
Kesimpulan dari studi kasus diatas adalah pemuda dan sosialisasi merupakan suatu hal yang berkaitan erat di dalam hidup ini, dimana para pemuda harus ikut aktif dalam berperan di kehidupan sehari-hari. Sosok pemuda di negeri ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan hidup bersama membangun negeri ini. Para pemuda dan pemudi berperan aktif sebagai penerus bangsa yang harus meneruskan cita-cita para generasi sebelumnya. Berfikir secara kritis dan berjiwa sosial merupakan hal penting yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Oleh karena itu sebagai penerus bangsa ini, hendaknya kita selalu berfikir dan bertindak secara positif dalam menangani hal dan keadaan apapun .
Pendataan yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Masri Muadz, menunjukan kasus tersebut menunjukkan peningkatan yang semakin miris bagi kita.
Menurut penuturan Masri kepada okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling 633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki. Sedangkan penelitian Situmorang tahun 2001 mencatat, laki-laki dan perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%.
SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah.
Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks para nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pra nikah.
Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan penelitian yang sama. DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara lain: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah. Namun, kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82% remaja punya teman yang melakukan seks pra nikah. Kedua, 66% remaja punya teman yang hamil sebelum menikah. Ketiga, remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah.
Persentase tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%, Bandung 54% Surabaya 47% dan Medan 52%.
Tahun 2006, PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur pertama kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks. Kedua, 60% tidak menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85% dilakukan di rumah sendiri.
Sementara merujuk pada data Terry Hull dkk (1993) dan Utomo dkk (2001), PKBI menyebutkan, 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun dan 27% atau kurang lebih 700 ribu remaja dan sebagian besar dengan tidak aman. Selain itu 30-35% aborsi penyumbang kematian ibu.
Pada 2007 SKRRI melakukan penelitian kembali. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatatan yang drastis. Pertama, perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yang menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada mereka. Ketiga, meningkat jauh dari SKRRI 2002.
Keempat, jumlah remaja 15-24 tahun sekira 42 juta jiwa, berarti sekira 37 juta jiwa remaja membutuhkan alokon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja).
Kelima, kelompok ini akan tetap menjadi unmet need. Sebab dalam undang-undang No 10 tahun 1992, pelayanan KB hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri, sesuai dengan pemilihannya.
Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta.
Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.
Dari sekian lembaga penelitian di atas, menurut Masri, semua elemen harus ikut telibat memberi andil mencari solusi meminimalisir perilaku seks pra nikah. “Budaya ini diam-diam mengancam bangsa Indonesia. Tentu ini membutuhkan penanganan khusus demi mengembalikan budaya timur,” tuturnya.
Sumber Berita : okezone.com
Dari hasil artikel diatas dapat dianalisis cara untuk mencegah dan mengurangi pengaruh buruk dari media sosial seperti :
- Pembinaan dan pengembangan sikap generasi muda.
- Perlunya pengawasan orang tua
- Ditanamkan moral-moral agama
- Adanya sosialisasi tentang pemahaman bahaya media sosial dan cara pemanfaatan media sosial yang baik
Kesimpulan dari studi kasus diatas adalah pemuda dan sosialisasi merupakan suatu hal yang berkaitan erat di dalam hidup ini, dimana para pemuda harus ikut aktif dalam berperan di kehidupan sehari-hari. Sosok pemuda di negeri ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan hidup bersama membangun negeri ini. Para pemuda dan pemudi berperan aktif sebagai penerus bangsa yang harus meneruskan cita-cita para generasi sebelumnya. Berfikir secara kritis dan berjiwa sosial merupakan hal penting yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Oleh karena itu sebagai penerus bangsa ini, hendaknya kita selalu berfikir dan bertindak secara positif dalam menangani hal dan keadaan apapun .
BAB IV:
REFERENSI