BAB I:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan, teknologi dan kemiskinan tidak mustahil kita akan melihat ke masa
lampau atau masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Yang mungkin
permasalahannya adalah kontinuitas dan perubahan, harmoni dan disharmoni.
Bahasa “ilmu pengetahuan” sudah
lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berbicara tentang
pengetahuan saja akan menghadapi berbagai masalah, seperti kemampuan kita dalam
memahami fakta pengalaman dan dunia realitas, hakihat pengetahuan, kebenaran,
kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengetahuan dan sebagainya.
Teknologi dalam penerapannya
sebagai jalur utama yang dapat menyonsong masa depan, sudah diberi kepercayaan
yang mendalam. Dia dapat mempermudah kegiatan manusia, meskipun mempunyai
dampak sosial yang muncul sering lebih penting artinya daripada kehebatan
teknologi itu.
Kemiskinan sendiri merupakan tema
sentral dari perjuangan bangsa, sebagai perjuangan yang akan memperoleh
kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita masyarakat adil dan
makmur.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah memaparkan latar belakang
tersebut, muncul beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?
2. Apa saja sikap hal sikap yang ilmiah?
3. Apa yang dimaksud dengan teknologi?
4. Apa saja ciri-ciri fenomena teknik kepada masyarakat?
5. Apa saja ciri-ciri teknologi Barat?
6. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan,teknologi dan nilai?
7. Apa yang dimaksud dengan kemiskinan?
8. Apa saja ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan?
9. Apa fungsi dari kemiskinan?
1.3. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar (Softskill), juga bertujuan untuk:
1. Pengertian ilmu pengetahuan.
2. Sikap hal sikap yang ilmiah.
3. Pengertian teknologi.
4. Ciri-ciri fenomena teknik kepada masyarakat.
5. Ciri-ciri teknologi Barat.
6. Pengertian ilmu pengetahuan,teknologi dan nilai.
7. Pengertian kemiskinan.
8. Ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan.
9. Fungsi dari kemiskinan.
1.4. Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan menggunakan
metode deskriptif.
BAB II:
TEORI
2.1. Ilmu Pengetahuan
Pengertian
pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam
pandangan dan teori (epistemologi), di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa
pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang
budi. Menurut Descartes, ilmu pengetahuan merupakan serba
budi; oleh Bacon dan David
Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin; menurut Immanuel
Kent merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan Teori
Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan. Dari
berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber
pengetahuan berupa ide, kenyataan, akal budi, pengalaman, sintesis budi, atau
meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
Banyaknya
teori dan pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi suatu
ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari
definisi ilmu pengetahuan yang di kalangan ilmuwan sendiri sudah ada
keseragaman pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan
tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir saja.
Sikap yang bersifat ilmiah itu mencakup empat hal, yaitu:
a.
Tidak ada peraaan yang
pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.
b.
Selektif, artinya
mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta
dan gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
c.
Kepercayaan yang layak
terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi
yang digunakan untuk mencapai ilmu.
d.
Merasa pasti bahwa
pendapat, teori , maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun
pasti terbuka untuk dibuktikan kembali.[1]
2.2. Teknologi
Dalam
konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah
dikatakan bahwa, ilmu pengetahuan (body of knowledge) , dan teknologi sebagai
suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses
produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga
kerja, keterampilan dikombinasikan untuk merealisasikan tujuan produksi.
“Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan fisiologis, tetapi
secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial
pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu
adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani” (Eugene Staley,
1970)
Fenomena
teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah
menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
b. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak
alamiah.
c. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi, dan rumusan
dilaksanakan secara otomatis. Demikian dengan teknik mampu mengeliminasikan
kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
d. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
e. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan
saling bergantung.
f.
Universalisme, artinya
teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai
kebudayaan.
g. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut kebudayaan sendiri.
Teknologi
berkembang dengan pesat, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Masa
sekarang nampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan
sudah merupakan kebutuhan manusia. Awal perkembangan teknik yang sebelumnya
merupakan bagian dari ilmu atau bergantung dari ilmu atau bergantung dari ilmu,
sekarang dari ilmu pula dapat bergantung dari teknik.[2]
Beberapa ciri teknologi Barat antara
lain sebagai berikut:
1.
Serba
intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan
lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu
sendiri.
2.
Dalam
struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3.
Kosmologi
atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang
lain.
2.3. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Nilai
Ilmu
pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini
besar kaitannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan,
yang pada hakikatn ya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masalah
nilai berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perbedaan
sengit dalam menduduk perkarakan ini dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sehingga kecenderungan ada dua pemikiran yaitu : yang menyatakan
ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya ada
yang penting dalam permasalahan itu dapat dinyatakan. Sikap lain terhadap
permasalahan ini ada yang menyatakan kita tidak perlu mengaitkan antara ilmu
dengan nilai. Pendapat yang terakhir ini kurang dapat dipertanggungjawabkan,
mengingat nilai atau moral merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia,
dan kita sudah merasakan dan melihat akibat tidak berkaitnya nilai atau moral
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemiskinan
lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian,
tempat berteduh, dll. (Emil Salim, 1982).
Kemiskinan
merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa. Sebagai inspirasi dasar dan
perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita
menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Garis
kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal (versi Bank Dunia di kota
US$ 75 dan di desa US$ 50 per jiwa setahun, 1973). Menurut Prof. Sayogya
(1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam Rp/tahun, ekuivalen dengan nilai
tukar beras (kg/orang/bulan, yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan untuk kota
480 kg/orang/tahun).
Atas
ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Tidak memiliki faktor produksi seperti tanah, modal,
keterampilan, dsb.
b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
c. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah
dasar karena harus membantu orang tua untuk mencari tambahan penghasilan.
d. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self
employed), berusaha apa saja.
e. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai
keterampilan.
Jika kita
menganut teori fungsionalis dari stratifikasi (tokohnya Davis), maka
kemiskinanpun memiliki sejumlah fungsi, yaitu:
1) Fungsi ekonomi: penyediaan tenaga kerja untuk pekerjaan
tertentu, menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan
barang bekas (masyarakat pemulung).
2) Fungsi sosial: menimbulkan alturisme (kebaikan spontan) dan
perasaan, sumber imajinasi kesulitan kehidupan bagi si kaya, sebagai ukuran
kemajuan bagi kelas lain dan merangsang tumbuhnya badan amal.
3) Fungsi kultural: sumber imajinasi kebijaksanaan teknorat dan
sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama
manusia.
4) Fungsi politik: berfungsi sebagai kelompok gelisah atau
masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
Walaupun
kemiskinan mempunyai beberapa fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga
tersebut. Tetapi kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai
pengganti[3]
BAB III:
ANALISIS
Kemiskinan
dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
Dalam politik,
penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan
kerja khusus. Dalamhukum,
telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal
yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan. Dalam pendidikan, kemiskinan
memengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah
lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga
miskin, kebutuhan akan keamanan dan
rumah yang stabil, pakaian, dan kurangnya kandungan gizi makan mereka
membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar.
Penanganan
kemiskinan pada prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendahnya
akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- peluang yang tersedia. Oleh
karena itu upaya pengentasan yang harus diarahkan pada :
a. Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui
jalur pelayanan pendidikan (pemantapan IMTAQ dan transfer IPTEK),
pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi.
b. Mengembangkan dan membuka usaha produktif yang dapat diakses
oleh kelompok masyarakat miskin secara berkelanjutan serta memperbesar akses
masyarakat miskin dalam penguasaan faktor produksi.
c. Memelihara dan memperbaiki fungsi produktif dari sumberdaya alam
bagi masyarakat miskin.
d. Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong peningkatan daya
beli masyarakat miskin.
BAB IV:
REFERENSI
Harwantiyoko. 1996. MKDU Ilmu
Sosial Dasar. Depok: Penerbit Gunadarma