Kamis, 28 Januari 2016

Ilmu Sosial Dasar Bab 9: Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan

BAB I:
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan tidak mustahil kita akan melihat ke masa lampau atau masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Yang mungkin permasalahannya adalah kontinuitas dan perubahan, harmoni dan disharmoni.
Bahasa “ilmu pengetahuan” sudah lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berbicara tentang pengetahuan saja akan menghadapi berbagai masalah, seperti kemampuan kita dalam memahami fakta pengalaman dan dunia realitas, hakihat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengetahuan dan sebagainya.
Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyonsong masa depan, sudah diberi kepercayaan yang mendalam. Dia dapat mempermudah kegiatan manusia, meskipun mempunyai dampak sosial yang muncul sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu.
Kemiskinan sendiri merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai perjuangan yang akan memperoleh kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita masyarakat adil dan makmur.

1.2. Rumusan Masalah

Setelah memaparkan latar belakang tersebut, muncul beberapa rumusan masalah, yaitu:

1.       Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?
2.       Apa saja sikap hal sikap yang ilmiah?
3.       Apa yang dimaksud dengan teknologi?
4.       Apa saja ciri-ciri fenomena teknik kepada masyarakat?
5.       Apa saja ciri-ciri teknologi Barat?
6.       Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan,teknologi dan nilai?
7.       Apa yang dimaksud dengan kemiskinan?
8.       Apa saja ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan?
9.       Apa fungsi dari kemiskinan?

1.3. Tujuan Penulisan

Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (Softskill), juga bertujuan untuk:

1.       Pengertian ilmu pengetahuan.
2.       Sikap hal sikap yang ilmiah.
3.       Pengertian teknologi.
4.       Ciri-ciri fenomena teknik kepada masyarakat.
5.       Ciri-ciri teknologi Barat.
6.       Pengertian ilmu pengetahuan,teknologi dan nilai.
7.       Pengertian kemiskinan.
8.       Ciri-ciri manusia yang hidup dibawah garis kemiskinan.
9.       Fungsi dari kemiskinan.

1.4. Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan menggunakan metode deskriptif.




BAB II:
TEORI

2.1. Ilmu Pengetahuan

                Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Descartes, ilmu pengetahuan merupakan serba budi;  oleh Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin; menurut Immanuel Kent merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan Teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, akal budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
                Banyaknya teori dan pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi suatu ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari definisi ilmu pengetahuan yang di kalangan ilmuwan sendiri sudah ada keseragaman pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir saja.

Sikap yang bersifat ilmiah  itu mencakup empat hal, yaitu:
a.       Tidak ada peraaan yang pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.
b.      Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta dan gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
c.       Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
d.      Merasa pasti bahwa pendapat, teori , maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun pasti terbuka untuk dibuktikan kembali.[1]


2.2. Teknologi

            Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa, ilmu pengetahuan (body of knowledge) , dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja, keterampilan dikombinasikan untuk merealisasikan tujuan produksi. “Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan fisiologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani” (Eugene Staley, 1970)

                Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
b.      Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c.       Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi, dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
d.      Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
e.      Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
f.        Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g.       Otonomi, artinya teknik berkembang menurut kebudayaan sendiri.

Teknologi berkembang dengan pesat, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Masa sekarang nampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia. Awal perkembangan teknik yang sebelumnya merupakan bagian dari ilmu atau bergantung dari ilmu atau bergantung dari ilmu, sekarang dari ilmu pula dapat bergantung dari teknik.[2]

Beberapa ciri teknologi Barat antara lain sebagai berikut:
1.       Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2.       Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3.       Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.

2.3. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Nilai

                Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar kaitannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatn ya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
                Masalah nilai berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perbedaan sengit dalam menduduk perkarakan ini dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga kecenderungan ada dua pemikiran yaitu : yang menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya ada yang penting dalam permasalahan itu dapat dinyatakan. Sikap lain terhadap permasalahan ini ada yang menyatakan kita tidak perlu mengaitkan antara ilmu dengan nilai. Pendapat yang terakhir ini kurang dapat dipertanggungjawabkan, mengingat nilai atau moral merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dan kita sudah merasakan dan melihat akibat tidak berkaitnya nilai atau moral dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.


                Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dll. (Emil Salim, 1982).
                Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa. Sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
                Garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal (versi Bank Dunia di kota US$ 75 dan di desa US$ 50 per jiwa setahun, 1973). Menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam Rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/bulan, yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan untuk kota 480 kg/orang/tahun).
                Atas ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Tidak memiliki faktor produksi seperti tanah, modal, keterampilan, dsb.
b.      Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
c.       Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua untuk mencari tambahan penghasilan.
d.      Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja.
e.      Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Jika kita menganut teori fungsionalis dari stratifikasi (tokohnya Davis), maka kemiskinanpun memiliki sejumlah fungsi, yaitu:
1)      Fungsi ekonomi: penyediaan tenaga kerja untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).
2)      Fungsi sosial: menimbulkan alturisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan kehidupan bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang tumbuhnya badan amal.
3)      Fungsi kultural: sumber imajinasi kebijaksanaan teknorat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
4)      Fungsi politik: berfungsi sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
Walaupun kemiskinan mempunyai beberapa fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti[3]



BAB III:
ANALISIS

Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif. Dalam politik, penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus. Dalamhukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan. Dalam pendidikan, kemiskinan memengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan kurangnya kandungan gizi makan mereka membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar.

Penanganan kemiskinan pada prinsip­nya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan  rendah­nya akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- pel­uang yang tersedia. Oleh karena itu upaya pengentasan yang  harus diarahkan pada :

a.       Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui jalur pelayanan   pendidikan (pemantapan IMTAQ dan transfer IPTEK), pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi.
b.      Mengembangkan dan membuka usaha produk­tif yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin secara berkelanjutan serta memperbesar akses masyarakat miskin dalam penguasaan faktor produksi.
c.       Memelihara dan memperbaiki fungsi produktif dari sumberdaya alam bagi  masyarakat miskin.
d.      Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong peningkatan daya beli masyarakat miskin.


BAB IV:
REFERENSI

Harwantiyoko. 1996. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Depok: Penerbit Gunadarma




[1] Harwantiyoko, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Penerbit Gunadarma, Depok, 1996,  hal.187-189
[2] Harwantiyoko, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Penerbit Gunadarma, Depok, 1996,  hal. 191-192
[3] Harwantiyoko, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Penerbit Gunadarma, Depok, 1996,  hal. 198-205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar